Menyembelih hewan qurban pada hari Idul Adha adalah amal shalih yang
paling utama, lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga
hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai
hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah
mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal yang lebih utama pada
hari-hari (tasyriq) ini selain berkurban.” Para sahabat berkata, “Tidak
juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak juga jihad. Kecuali seseorang
yang keluar dari rumahnya dengan mengorbankan diri dan hartanya (di
jalan Allah), lalu dia tidak kembali lagi” (HR Bukhari).
Sedemikian agungnya syariat qurban, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (HR Ibnu Majah & Al-Hakim, dihasankan oleh Syaikh Albani).
Yakinlah,
bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya
qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua
malaikat. Malaikat yang pertama berdoa: “Ya Allah, berikanlah ganti bagi
orang yang berinfak,” sedangkan malaikat yang kedua berdoa: “Ya Allah,
berikanlah kehancuran bagi orang pelit yang menahan hartanya” (HR
Bukhari & Muslim).
Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla mensyariatkan ‘udhiyah
(berkorban) sebagai sarana untuk bertaqarrub kepada-Nya dan sebagai
kemurahan untuk umat manusia pada hari raya. Allah telah memerintahkan
kepada bapak para Nabi, Ibrahim 'alaihis salam supaya
menyembelih anaknya, Ismail. Lalu beliau menyambut perintah Allah tadi
tanpa ragu. Karenanya Allah Ta’ala memberikan ganti dari langit sebagai
tebusan bagi anaknya, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Al-Shafat: 107).
Sejak
saat itulah, umat manusia menyembelih hewan ternak dalam rangka
melaksanakan perintah Allah dengan mengalirkan darah. Dan berkurban
merupakan amal ketaatan yang sangat utama.
Kemudian sunnah ini diperintahkan kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan beliau telah melaksanakannya. Diriwayatkan dalam Shahihain, “Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam berkurban dua ekor domba yang putih dan
bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan kedua tangannya sambil
menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di samping
lehernya.”
Dan dalam riwayat lain dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma, “Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan).
Sudah selayaknya setiap muslim bersemangat dalam mengikuti sunnah Nabinya Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk berkurban. Semoga dengan demikian, dia akan menjadi orang mendapatkan kecintaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)
Keutamaan Berkurban
Di antaranya sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
مَا
عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ
لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى
الْأَرْضِ
“Tidak ada satu amalan yang dikerjakan
anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh
Alah 'Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan
datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya.
Sesunggunya darahnya akan sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla sebelum
jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi, beliau menghassankannya)
Dan
sabda beliau ketika di tanya apakah sembelihan ini, maka beliau
menjawab, “Tuntunan ayah kalian Ibrahim.” Mereka bertanya, “Apa bagian
kita darinya/apa pahala yang akan kita dapatkan?” Beliau menjawab,
"Setiap helai rambut, akan dibalasi dengan satu kebaikan.” Lantas
mereka bertanya, "Bagaimana dengan bulu (domba)?” Maka beliau menjawab,
"Setiap bulu juga akan dibalas dengan satu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah
dan Tirmidzi, beliau menghasankannya)
Hukum Berkurban Bagi yang Mampu
Para
ulama berbeda pendapat mengenai hukum berkurban bagi yang mampu,
antara wajib dan sunnah mu’akkadah. Jumhur (mayoritas ulama)
berpendapat, berkurban hukumnya sunnah mu’akkadah. Meninggalkannya,
padahal mampu, termasuk sikap yang dibenci (makruh).
Sebagian
ulama yang lain berpendapat hukumnya wajib bagi setiap keluarga muslim
yang mampu melaksanakannya. Hal tersebut didasarkan kepada firman
Allah Ta’ala,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Dan juga sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam, “Siapa yang telah menyembelihnya sebelum shalat, hendaknya dia mengulanginya.” (Muttafaaq ‘alaih)
Sikap
yang paling selamat yang selayaknya diambil seorang muslim, tidak
meninggalkan berkurban ketika mampu, karena melaksanakan berkurban
merupakan sikap yang melepaskan dirinya dari tanggungan dan tuntutan.
Dan keluar darinya adalah lebih selamat. Sedangkan bagi yang tidak
mampu, tidak memiliki harta kecuali sekedar mencukupi kebutuhan pokok
keluarganya, maka berkorban tidak wajib atas mereka. Sedangkan siapa
yang memiliki tanggungan hutang, maka selayaknya mendahulukan
pembayaran hutang atas berkurban. Karena melepaskan diri dari beban
tanggungan ketika mampu hukumnya wajib.
Rabu, 21 Agustus 2013
KEUTAMAAN BERQURBAN
15.46
0 comments
0 komentar:
Posting Komentar